Setiap sambungan di dalam struktur adalah janji antara perhitungan di meja gambar dan kenyataan di lapangan. Begitu janji itu dilanggar, seluruh sistem bisa runtuh hanya karena satu baut longgar atau satu tulangan yang kurang panjang. Sambungan mungkin kecil, tetapi ia menjadi pembeda antara bangunan yang kokoh dan yang gagal menanggung dirinya sendiri. Lima studi kasus berikut menunjukkan bagaimana detail kecil menentukan keselamatan struktur, sekaligus strategi mitigasi agar kesalahan yang sama tidak terulang.
Studi Kasus 1 - Sambungan Balok Baja di Gudang Logistik
Sebuah gudang baja di kawasan industri Bekasi memakai rangka WF 400×200×8×13. Balok utamanya disambungkan dengan pelat kopel tebal 12 mm dan 8 baut M20 grade 8.8. Perhitungan desain menyatakan sambungan aman, tetapi beberapa bulan setelah operasi balok atap melendut dan terdengar bunyi klik saat hujan deras. Investigasi menunjukkan baut tidak dikencangkan hingga torsi desain sehingga sambungan slip-critical berubah menjadi bearing-type.
• Sambungan menyalurkan gaya geser utama dan sebagian momen dari balok ke pelat kopel.
• Kunci performa ada pada tegangan pratarik baut (bolt pretension).
• Tegangan ijin sambungan baja dihitung berikut.
τₐₗₗₒw = 0.4 × Fᵧ = 0.4 × 300 = 120 MPa
• Gaya geser hasil desain dibandingkan dengan tegangan ijin:
V = 90 kN
Aᵦ = π × (d² / 4) = 3.14 × (20² / 4) = 314 mm²
τ = V / (n × Aᵦ) = (90 × 10³) / (8 × 314) = 35.9 MPa
Perbandingan: 35.9 MPa < τₐₗₗₒw (120 MPa) → memenuhi secara teori
Secara teori sambungan aman karena tegangan kerja jauh di bawah batas, tetapi klaim ini hanya valid apabila baut diberi torsi penuh sehingga gaya geser dipikul oleh gesekan, bukan oleh bearing lubang baut. Untuk membuktikan aman tidaknya sambungan, gaya pratarik baut perlu dibandingkan dengan nilai yang seharusnya.
Fₚᵣₑₗₒₐd = 0.7 × Aᵦ × Fᵧ = 0.7 × 314 × 300 = 65,940 N
T = K × F × d = 0.2 × 65,940 × 0.02 = 263.7 N·m
Hasil pengujian torque wrench hanya menunjukkan 90–100 N·m (sekitar 38 persen dari target 263.7 N·m). Jadi baut hanya mencapai ±25 kN gaya pratarik dari kebutuhan 65.9 kN. Dengan torsi sekecil itu, gesekan pelat hilang dan geser langsung menekan lubang baut, memicu slip.
• Mitigasi. Semua baut diganti dengan TC Bolt yang memiliki indikator torsi otomatis, dikencangkan hingga 260 N·m sesuai AISC Table J3.1, dan ditambahkan pelat stiffener vertikal 10 mm pada web. Uji beban 1.25 kali beban kerja menunjukkan tidak ada slip baru dan lendutan turun 60 persen.
Studi Kasus 2 - Sambungan Beton Bertulang di Jembatan Desa
Di Kabupaten Sigi, jembatan kecil dengan balok pracetak dan pelat lantai cor di tempat menunjukkan retak diagonal di pertemuan pelat dan girder. Penyebabnya: tulangan penyambung hanya 400 mm, padahal kebutuhan panjang penyaluran jauh lebih besar.
f′c = 25 MPa fᵧ = 400 MPa φ = 22 mm τᵦᵈ = 1.3 MPa
Lᵈ = (φ × fᵧ) / (4 × τᵦᵈ) Lᵈ = (22 × 400) / (4 × 1.3) = 1,692 mm
Panjang aktual hanya 24 persen dari kebutuhan sehingga gaya tarik tulangan tidak bisa ditransfer sempurna dan muncul retak diagonal khas zona tekan bawah.
Perbandingan: Lᵈ aktual 400 mm < Lᵈ teoritis 1,692 mm
Fraksi pemenuhan = 24% → tidak memenuhi
• Mitigasi. Tulangan diperpanjang memakai rebar coupler hingga efektif 1,600 mm, celah retak diisi epoxy grout, dan confinement tambahan Ø10-150 dipasang. Sesuai SNI 2847:2019 Pasal 25.4.2.3, sambungan kembali bekerja elastis.
Studi Kasus 3 - Sambungan Komposit Balok Baja dan Pelat Bondek
Gedung empat lantai di Palu menggunakan lantai komposit: balok WF 350×175 dan pelat bondek dengan stud Ø19 mm dua buah per 400 mm. Setelah beberapa bulan, lantai terasa lembek karena stud tidak cukup menahan geser komposit.
Aₛ = π × (19² / 4) = 283 mm²
fᵤ = 400 MPa
Qᵤ = 0.5 × Aₛ × fᵤ = 56.6 kN (per stud)
Qₜₒₜₐₗ = 113.2 kN (dua stud)
Qₐctᵤₐₗ = 150 kN
FS = Qₜₒₜₐₗ / Qₐctᵤₐₗ = 0.75 (harus ≥ 1.2) → tidak aman
• Mitigasi. Jumlah stud ditambah menjadi tiga buah per 400 mm sesuai AISC J2.4, area slip diinjeksi grouting semen kuat tinggi, dan pelat baja 6 mm dipasang di bawah bondek. Lendutan berkurang 45 persen, perilaku kembali linier.
Studi Kasus 4 - Sambungan Balok Anak dan Balok Utama Beton Bertulang
Pada gedung lima lantai di Makassar, tulangan balok anak terpotong 50 mm lebih pendek agar mudah dipasang, menghasilkan retak di sambungan.
f′c = 30 MPa fᵧ = 400 MPa φ = 16 mm τᵦᵈ = 1.6 MPa
Lᵈ = (φ × fᵧ) / (4 × τᵦᵈ) Lᵈ = (16 × 400) / (4 × 1.6) = 1,000 mm Perbandingan: 550 mm (lapangan) < 1,000 mm (desain) → hanya 55% dari kebutuhan
Tulangan lapangan hanya 550 mm (55 persen kebutuhan) sehingga momen dari balok anak tidak tersalur penuh ke balok utama.
• Mitigasi. Area diperkuat dengan jacketing beton setebal 250 mm, tulangan Ø10-150 sebagai confinement, rongga diisi epoxy grout, dan dowel Ø12 ditambahkan. Uji beban 1.25 kali beban kerja menunjukkan tidak ada retak baru.
Studi Kasus 5 - Sambungan Kolom dan Balok Baja
Kolom H-beam 400×400×13×21 dan balok WF 300×150×8×12 di gedung Jakarta Selatan disambung dengan las penuh flange atas-bawah. Empat bulan kemudian, UT menemukan penetrasi hanya 80 persen.
Elektroda E70 → fₑₓₓ = 490 MPa
t = 8 mm, L = 100 mm
Aʷ = t × L = 800 mm²
Fʷ = 0.6 × fₑₓₓ × Aʷ = 235.2 kN
Fₐcₜᵤₐₗ = 0.8 × 235.2 = 188.1 kN
Perbandingan: 188.1 kN < 210 kN kebutuhan → defisit 10–12%
• Mitigasi. Las dipotong ulang dengan double-V groove, preheating 150 °C untuk mengurangi retak termal, dan uji UT + MT dilakukan setelah pengelasan. Kapasitas sambungan kembali memenuhi AISC J2.3.
Pelajaran dari Lapangan
Grafik besar dari lima kasus ini adalah: rumus jarang salah, tetapi jarak antara hitungan dan lapangan sering terlalu jauh. Sambungan gagal karena torsi kurang, tulangan dipotong, stud kurang, atau las tidak menembus penuh. Setiap detail kecil yang diabaikan bisa menjalar menjadi kerusakan sistemik. Kualitas struktur akhirnya ditentukan oleh disiplin di sambungan, bukan hanya mutu beton atau baja.
Strategi Pencegahan dan Mitigasi
• Desain realistis. Pastikan sambungan bisa dikerjakan di ruang sempit dengan alat tersedia dan pekerja terlatih.
• Kontrol mutu berlapis. Uji torsi baut, lakukan NDT pada las, dan cek panjang penyaluran sebelum pengecoran.
• Dokumentasi as-built. Bedakan antara gambar desain dan realisasi agar perhitungan lanjutan tidak salah asumsi.
• Inspeksi berkala. Periksa sambungan setelah struktur bekerja untuk menangkap gejala dini.
Kesimpulan
Sambungan adalah jantung setiap struktur: ia menghubungkan perhitungan dengan kenyataan dan menjadi tempat disiplin teknis diuji paling keras. Kegagalan sambungan tidak datang tiba-tiba, tetapi dari akumulasi hal kecil yang diabaikan. Jika perencana, pengawas, dan pelaksana menjaga ketelitian hingga detail terakhir, struktur akan berdiri setegak perhitungan yang melahirkannya.
Referensi
• SNI 1729:2020 - Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung.
• SNI 2847:2019 - Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
• AISC 360-16 - Specification for Structural Steel Buildings.
• FEMA 355D - State of the Art Report on Connection Performance and Constructability.
• Park, R., & Paulay, T. (1975). Reinforced Concrete Structures.

